Klik ini jika Video tidak bisa di putar

Sebuah Kado Cerita Untuk Pak Naryo

Pak Surip dan Bu Yuhana beberapa kali menyeka air matanya ketika mendengar ucapan terima kasih dan permohonan maaf dari Pak Sunaryo. Hari itu, Sabtu 23 Januari 2021, memang menjadi momentum yang cukup emosional bagi kami segenap guru dan pegawai MAN 4 Kebumen. Sebab hari itu adalah hari-hari terakhir kepemimpinan Pak Sunaryo sebagai Kepala MAN 4 Kebumen untuk selanjutnya ditugaskan di MAN 1 Banjarnegara.

Pak Sunaryo sendiri dalam memberikan sambutannya terlihat beberapa kali tercekat seakan masih ada rasa keberatan meninggalkan kami semua. Ia tampaknya juga berusaha menahan tangis sehingga suaranya terdengar berat, seperti memendam kesedihan yang tak terkatakan.

Aku sendiri yang berada pada jarak cukup dekat dengan laki-laki kurus tinggi, yang kebersamaannya denganku terbilang baru seumur jagung itu ikut merasakan suasana haru siang itu. Meski belum genap satu tahun aku bekerja di bawah kepemimpinan beliau, namun dari beberapa cerita guru dan pegawai, aku dapat menangkap seperti apa kepribadian Pak Sunaryo sehingga sangat wajar bila beberapa orang seperti merasakan kehilangan ketika ia harus dirotasi.

Perpisahan dengan orang-orang baik, yang karenanya sanggup menguras air mata kita adalah laksana perang.

Astaga! Aku tiba-tiba ingat kata-kata itu yang pernah kubaca dari antologi cerpen Pohon Tumbuh Tidak Tergesa-gesa milik Yus R. Ismail. Aku menarik nafas, menghirup kopi dan menghisap sebatang kretek. Kata-kata Yus R. Ismail seperti menemukan pembenarannya. Beberapa orang guru dan pegawai tampak tertunduk mendengar pamit lepas pisah yang disampaikan Pak Sunaryo.

Dari sekian orang yang hadir siang itu, dari yang jelas-jelas meneteskan air mata atau sekadar menundukkan kepala, mungkin saja ada yang tidak benar-benar merasa kehilangan dan sedih dengan kepindahan Pak Sunaryo. Tapi biarlah itu urusan mereka sendiri-sendiri. Hanya saja aku sendiri merasakan haru dan sedih berkelindan menyelubungi ruang guru siang itu.

“Memang kau yakin, dia orang baik!” tiba-tiba Rose, makhluk bayangan yang paling membuatku jengkel selama ini membisikkan pertanyaan itu di telingaku.

Aku menatap wajah Rose sebentar, namun tidak segera menjawabnya, meskipun ia tampak sekali ingin segera mendapatkan jawabanku.

“Kalau kau ingin tahu jawabanku, masuklah sekarang ke dalam pikiranku. Ayo masuk!” perintahku. Rose melompat ke dalam kepalaku lewat ubun-ubun. Di sana ia segera membongkar lembaran demi lembaran kenangan pengalaman yang bertumpuk-tumpuk di dalamnya. Dari caranya membuka lembaran-lembaran itu, Rose tampaknya sangat tergesa-gesa sehingga menimbulkan suara berisik di dalam sana.

“Kau cari saja folder antara bulan Juli 2o20 sampai bulan Januari tahun ini. Kalau tidak salah, aku memberi nama folder itu dengan nama MAN 4 Kebumen,” kataku.

“Oke! Nah, ini dia. Sudah kutemukan,” teriak Rose dari dalam sana.

“Kalau sudah ketemu, terus cari file Kamadman4kebumen.”

“Iya…iya! Sudah kamu diam saja. Jangan berisik. Dengarkan saja itu siapa yang sedang sambutan,” bentak Rose.

Aku mengikuti perintah Rose, menyimak sambutan-sambutan yang berisi kesan dan pesan yang disampaikan antara lain oleh Pak Supriyono, Bu Sufiyanah dan Pak Tol’ah. Dari sekian kesan yang mereka sampaikan, sepertinya Pak Sunaryo memang telah memberikan kesan yang cukup membekas pada mereka. Lebih-lebih ketika secara tidak sengaja aku mendengar Pak Rustanto bercerita akan masa lalu dan kesaksiannya selama ini terhadap Pak Sunaryo. Mendengar cerita Pak Rustanto ini aku hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Woyyy….ngapain geleng-geleng, sih!” teriak Rose dari dalam kepala.

“Oh, maaf-maaf. Gimana, kau sudah temukan file tentang Pak Naryo?” tanyaku.

“Iya, tapi payah!” seru Rose.

“Apanya yang payah?”

“Masak filenya isinya cuma salat, salat jamaah, salat, salat. Cuma itu-itu saja yang membekas di benakmu! Apanya yang baik coba?” gugat Rose.

Aku senyum-senyum saja mendengar Rose menggerutu sendiri dalam pikiranku. Lalu perlahan-lahan kujelaskan kepadanya bahwa meskipun kebersamaanku dengan Pak Sunaryo terbilang sangat singkat, kurang lebih hanya tujuh bulan saja, namun aku punya penilaian dan tolak ukur sendiri untuk menyebut beliau orang baik sebagaimana juga diamini oleh beberapa guru lainnya.

“Aku mengatakan dia orang baik karena seringkali ia mengingatkan soal salat, salat, salat, salat jamaah. Memang hanya itu tolak ukurku. Tapi jangan salah, aku punya sekian dasar argumen untuk membuktikan bahwa tolak ukur yang kugunakan itu pasti benar.”

“Memang apa dasar argumenmu?” tantang Rose.

“Coba kau ingat, ketika dulu kita mengkaji tafsir di pondok. Bukankah Tuhan berkata, ‘pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka.’ Kau tahu kan, betapa isykal-nya ayat itu. Bagaimana mungkin kita diperintahkan menjaga diri dari api neraka sementara kita masih di dunia, berurusan dengan api kompor, belum dengan api neraka. Betapa hebohnya kita dulu berdebat soal itu sampai kemudian pak kiai berkata bahwa maksud dari ayat itu adalah ‘peliharalah dirimu dari melakukan sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan kamu dimasukkan ke dalam neraka.’ Jadi neraka itu akibat akhirnya, sementara kita dilarang melakukan sebab-sebabnya.”

“Yayaa…tapi aku lupa-lupa ingat soal itu, jee” kata Rose.

“Dengar! Intinya, kita diperintahkan untuk menjaga diri kita, keluarga, orang-orang dekat dan mitra kerabat kita agar jangan sampai mereka melakukan ‘sesuatu’ yang menyebabkan kita nyemplung ke neraka. Dan kata para pakar tafsir, ‘sesuatu’ itu antara lain adalah menjaga agar jangan sampai kita kafir dan melalaikan salat. Jadi kalau Pak Naryo itu selaluuu… saja mengingatkan salat, itu tandanya dia sangat baik karena sudah berusaha mengingatkan, membantu dan menjaga kita agar selamat dari neraka. Memangnya kamu mau digulai di neraka gara-gara lalai salat?” tanyaku.

Huss…ngaco. Amit-amit!”

“Makanya orang macam Pak Naryo itu perlu selalu ada di antara kita yang super sibuk dengan pekerjaan,” ucapku.

“Tapi tunggu dulu. Terus bagaimana kalau ada orang yang bisanya cuma nyuruh orang lain salat sementara dia sendiri tidak salat?” tanya Rose.

“Kalau dia tidak salat, itu dia fasik namanya dan itu urusan dia sama Tuhan. Tapi dari sisi nasihatnya yang nyuruh orang lain salat, itu adalah nasihat paling baik karena nasihatnya pasti benar sebab sejalan dengan Quran-Hadis, materinya Pak Rohmudin yang ganteng itu. Nggak kebayang, kan, apa jadinya seandainya orang itu nyuruh agar orang lain juga ikutan tidak salat! Makanya, biar aku hanya sebentar saja bersama Pak Naryo, tapi dari saking seringnya dia mengingatkan salat…salat….dan salat jamaah, aku berkesimpulan dia orang baik. Itu tolak ukurku. Semoga di tempat tugasnya yang baru, dia tetap semangat mempromosikan salat.”

“Oke…oke…oke. Aku paham sekarang. Eh, itu sudah acara salam-salaman sama Pak Sunaryo. Sana pergi…pergi!” perintah Rose.

Aku melangkah bersama guru-guru dan pegawai yang lain mendekati Pak Sunaryo, menyalami dan ikut mendoakan semoga dia sukses di tempat kerjanya yang baru. Selepas acara salam-salaman, samar-samar suara merdu Iyut Busthami terdengar di telinga, membuat Pak Rindang dan Pak Haryono terpejam-pejam sambil goyang-goyangkan kepala mereka. (by Salman Rusdi)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *