PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologi, kognitif, dan sosial emosional (AHP Remaja, 2023). Remaja merupakan tahapan yang pasti dilalui setiap orang sebagai masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan usia
tersebut membuat remaja menjadi labil dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar dengan alibi mencari jati diri. Berhasil tidaknya remaja dalam mencari jati dirinya banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Remaja yang gagal akan identik dengan perlakuan yang menyimpang seperti kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini bisa menjadi bentuk dari permasalahan yang terpendam dan tidak ada penyelesaian. Contoh masalah yang sering dijumpai dari kelakukan nakal remaja adalah tawuran, balap liar, seks bebas, minuman keras, bolos sekolah, dan lain sebagainya. Berdasarkan data badan pusat statistik (2020), Kenakalan remaja di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 12.944 kasus dan terus mengalami peningkatan 10,7% setiap tahunnya (Nanda dkk, 2024). Dibalik adanya kenakalan remaja pasti memiliki faktor penyebab terjadinya hal tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu masalah tersebut dapat berasal dari remaja itu sendiri, khususnya gen-Z yang sering
mengalami stress bahkan lebih parahnya lagi terganggunya kesehatan jiwa. Hal ini dapat didukung dengan pemikiran gen-Z yang terlalu berlebihan dalam menghadapi masalah namun tidak dapat atau takut untuk bercerita dengan orang lain. Jika masalah-masalah terus menerus dipendam maka bisa menyebabkan emosionalnya tidak terkontrol dan berakhir melakukan hal hal yang menyimpang. Perilaku yang terbentuk karena pengalaman traumatis dapat mengakar dan tertanam dalam perkembangan kepribadian mereka. Beberapa aspek dalam kehidupan remaja akibat trauma diantaranya mengalami kendala seperti hubungan sosial (keluarga atau pertemanan) maupun akademik (Irwanto dan Kumala 2020).
Sementara faktor eksternal yang mempegaruhi kenakalan remaja seperti lingkungan masyarakat, dan sekolah (Fitri & Fadhilla, 2022). Maka dari itu, pada masa remaja sangat diperlukan perhatian yang lebih dari lingkungan sekitart erutama lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga dan kenakalan remaja memiliki hubungan yang sangat erat. Keluarga yang berfungsi akan membentengi remaja untuk melakukan perilaku menyimpnang dan keluarga yang tidak berfungsi akan mempermudah munculnya kenakalan remaja (Juli Andriyani,
2020). Jika dalam keluarga Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran keluarga sangat penting untuk menumbuhkan karakter anak yang positif guna menanggulangi kenakalan remaja. Selain dari lingkungan keluarga, tindakan lain sebagai upaya penanggulangan kenakalan remaja bisa dilakukan dengan Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewuudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia (UU No 20 Tahun 2003). Sebagai Lembaga Pendidikan
yang akan mencetak generasi emas Indonesia, maka dipelukan kontribusi dari pihak sekolah untuk mengajarkan Pendidikan karakter yang positif kepada peserta didiknya. Untuk itu, diperlukan hubungan baik antara pihak sekolah dan orang tua siswa untuk memantau aktivitas anak. Peran penting guru, Kepala sekolah, dan
orang tua dalam Pembangunan karakter peserta didik sangat dibutuhkan. Para guru dan orang tua harus berkolaborasi dalam penanaman nlai karakter peserta didik agar nantinya Pendidikan karakter yang diterima anak akan sesuia denga napa yang harus di ajarkan ( Farid dkk, 2021).
Sebagai upaya yang dapat dilakukan Lembaga Pendidikan untuk mencegah atau mengatasi masalah tersebut, dibuatlah program kerjasama antara orangtua dan pihak sekolah. Hal ini bertujuan untuk mencegah resiko siswa stress dan menjadi anak nakal, seperti pembiasan menulis ekspresif untuk meningkatkan
stressing realise siswa bermasalah melalui pembiasaan menulis ekspresif.
PEMBAHASAN
Remaja atau Gen-Z adalah penerus Indonesia dimasa depan. Sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa (SN Made & SN Ketut 2020). Untuk itu diperlukan karakter yang baik guna mewujudkan generasi Indonesia emas. Pembentukan karakter dapat dilakukan dirumah dan disekolah. Upaya pembentukan karakter sudah dilakukan sejak zaman penjajahan. Tetapi banyak hambatan dari peran orang tua atapun guru dalam membimbing yang menjadi masalah dan perlu diatasi. Semua hambatan yang dialami guru akan menemukan solusi dengan selalu menjalin koordinasi yang baik dengan orang tua (S. Aminah 2020).
Orang tua dan guru memiliki peran yang sama dalam membentuk karakter anak. Akan terlihat lagi hasilnya jika ada kolaborasi antara kedua belah pihak. Dinamika Kolaborasi antara Kepala sekolah, guru dan Orang Tua dalam
Konteks Pendidikan Sekolah tua dan interaksi dengan guru ( Jihan & Zulfa 2024). Terdapat banyak bentuk kerjasama antara orang tua dan guru seperti menjalin hubungan antarkeduanya untuk membangun komunikasi yang baik dengan cara mengadakan pertemuan dan melibatkan orang tua diberbagai program sekolah. Gen-Z khususnya anak SMA merupakan generasi yang memiliki kecenderungan permasalahan kesehatan mental dari generasi lain, mereka berjuang mencari kesejahteraan psikologis. Hal ini disebabkan karena generasi ini mengalami tekanan hampir dua kali lipat dibanding generasi tua (Jauhari & Arviani 2023). Gen-Z cenderung memiliki banyak masalah yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emotional dan mentalnya. Disamping itu, masih
banyak remaja yang memendam masalahnya sendiri tanpa mau sharing kepada orang lain. Pada umumnya, hal ini disebabkan karena takut di jugde atau dihakimi oleh orang lain. Anak takut untuk bercerita kepada orang lain, hal yang ditakutkan adalah jika ia bercerita tidak didengarkan bahkan ketakutan terbesarnya yaitu jika masalah yang dihadapinya menjadi bahan ejekan atau di sebarkan kepada orang lain (Anggita F, Dkk 2024). Jika hal tersebut terjadi maka efeknya akan mengganggu kesehatan jiwa atau psikologis bahkan prestasia akademiknya. Untuk itu, perlu adanya upaya yang bisa memancing siswa agar mampu mengekspresikan isi hatinya kepada orang lain.
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut diatas, dirancanglah beberapa program sebagai berikut:
1. Pembiasaan Menulis Ekspresif
Program ini dapat dilakukan dengan cara setiap siswa dibiasakan untuk menulis isi hati pribadi masing-masing tentang masalahnya ataupun hal yang membuat ia bahagia menggunakan media kertas. Program ini akan
dilaksanakan setiap satu minggu sekali secara rutin yang nantinya akan ditampung oleh tim riset. Setelah kurun waktu satu bulan, tulisan ekspresif siswa akan di setorkan kepada orang tua masing masing. Hal ini bertujuan untuk memberi tahu kepada orang tua tentang masalah anaknya sehingga orang tua diharapkan dapat memberi bimbingan dan membantu memberikan jalan keluar supaya masalah tersebut tidak sampai menggangu psikologis maupun akademik siswa. Dengan menormalkan percakapan tentang kesehatan mental, Gen-Z memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah mereka dan melanjutkan hidup daripada tetap terpuruk pada pilihan yang diambil oleh banyak dari mereka ( Jauhari & Arviani 2023).
2. Afirmasi Percaya Sendiri
Anak zaman sekarang atau Gen Z banyak mengenal kata insecure.
Menurut KBBI insecure adalah perasan gelisah, tidak aman, dan tidak kuat. Insecure dapat diartikan sebagai keadaan psikologis yang ditandai dengan rasa
takut atau khawatir pada suatu hal. Rasa insecure berlebihan dapat
menyebabkan remaja tidak percaya diri dengan apa yang dimilikinya. Masalah ini dapat diatasi dengan mengadakan program “Afirmasi Percaya Sendiri” menggunakan media gadget. Program ini dilakukan satu bulan sekali dengan tujuan siswa dapat lebih mengenal dan mencintai dirinya sendiri atau biasa dikenal dengan self-love. Menerapkan self-love bisa membantu memperbaiki kesehatan mental dan psikologis. Dengan mencintai diri sendiri, seorang anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, memahami apa yang terjadi dand ibutuhkan olehnya, cerdas dalam menghadapi masalah serta cerdas dalamh ubungan sosial (Shella 2023).
3. Emotional Room
Emotional room adalah sebuah ruangan kecil kedap suara yang digunak untuk mengeluarkan emosi melaui teriakan. Di dalamnya terdapat teknologi berbasis IoT yang mempu untuk mengukur tingkat emosional seseorang. Hal ini bertujuan untuk melepaskan emosi seperti marah, kesal, sedih, kecewa, dan lain sebagainya. Setelah seseorang lebih khususnya siswa berteriak maka muncul indicator tingkat emosionalnya dan akan diberi quotes yang sesuai engan kondisi siswa. Hal ini mungkin sepele, namun mampu untuk sedikit mengurangi perasaan tidak nyaman akibat dari permasalahan yang sedang terjadi.
4. Akses Absensi Siswa
Saat ini terdapat banyak siswa yang dari rumah pamit untuk pergi ke
sekolah tetapi kenyataannya mereka tidak masuk tanpa keterangan. Permasalahan ini tentunya meresahkan pihak sekolah dan orang tua. Dengan sistem absensi yang masih manual, pihak sekolah hanya bisa memberikan informasi kehadiran siswa pada saat peneriman raport saja. Melihat perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, Sekolah diharapkan dapat memanfaatkan hal tersebut dengan cara membuat group Whatsapp yang beranggotakan semua wali siswa dan guru. Group ini bertujuan agar guru dapat memberikan informasi tentang kehadiran siswa kepada orang tuanya, seperti siapa saja yang tidak masuk tanpa keterangan, siapa saja yang izin, dan siapa saja yang mengikuti pembelajaran. Dengan adanya program ini, diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa karena mengerti jika absensi kehadiran akan diketahui orang tuanya.
KESIMPULAN
Gen-Z sebagai remaja saat ini memerlukan perhatian lebih dari lingkungan sekitar, terutama lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Pada fase remaja Gen-Z memiliki masalah yang beragam bahkan yang lebih parahnya lagi dapat menimbulkan kenakalan remaja. Namun, sebagian besar Gen-Z tidak bisa mengungkapkan apa masalahnya begitupun apa yang ia rasakan. Kolaborasi antara orang tua dan sekolah dapat dilakukan untuk membangun self emosional yang baik. Sekolah bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan antara Gen-Z dan orangtua dalam memperbaiki hubungan keduanya. Dengan demikiandiadakanlah program “EKSITI” (Ekspresikan Isi Hati) yang meliputi pembiasaan menulis ekspresif, afirmasi percaya diri, emotional room, dan akses absensi siswa
oleh orang tua. Melalui program-program tersebut diharapkan Gen-Z dapat stabil emotionalnya dan menjadi lebih ekspresif tanpa mereka takut atau malu.
Disusun : Saraswati Supanji dan Ardina Ardiameta Herdiansya
DAFTAR PUSTAKA
AHP Remaja (2023): Perkembangan Remaja.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=0fTLEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=
PA155&dq=info:D00f7s4wigkJ:scholar.google.com/&ots=I6hNG2dqFF&
sig=EVKcwHW1C3_Yi8kU8xnaksJngsc&redir_esc=y#v=onepage&q&f=f
alse
Irwanto dan Kumala (2020) : Memahami Trauma Dengan Perhatian Khusus Pada
Masa Kanak-Kanak.
https://books.google.com/books/about/MEMAHAMI_TRAUMA_Dengan_Perhat
ian_Khusus.html?hl=id&id=d77vDwAAQBAJ#v=onepage&q&f=false
Jihan Abida, Zulfa Kamalia (2024): Kolaborasi Peran Kepala Sekolah, Kinerja
Guru, dan Orang Tua Terhadap Pelaksanaan Aktivitas Anak.
https://jupetra.org/index.php/jpt/article/view/1870/431
SN Made & SN Ketut (2020) : Perilaku Penyimpangan Remaja Diperkotaan
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kulturistik/article/view/1892
S. Aminah (2020): Sinergitas Guru Dan Orang Tua Dalam Pembelajaran Daring
Pada Masa Pandemic Covid-19.
https://jurnal.literasikitaindonesia.com/index.php/jurpendigu/article/view/186
Farid S, Wildan T, Ayu P, Risma A, Lailli I (2021): Kebijakan Pendidikan
Karakter Dalam Meminimalisir Kenakalan Remaja.
https://ojs.diniyah.ac.id/index.php/Al-Mutharahah/article/view/263
Juli Andriyani (2020) : Peran Lingkungan Keluarga Dalam Mengatasi Kenakalan
Remaja.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Taujih/article/view/7235
Nanda M, Tasha D, Murni C, Mario P (2024): Efektivitas Permainan Asserboard
Sebagai Media Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Remaja.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=efektivitas+permai
nan+asserboard&btnG=#d=gs_qabs&t=1728031960441&u=%23p%3DJ0
v8QeNfY7YJ
Shella K (2023): Psikoedukasi Tentang Pentingnya Self-Love Sejak Dini Di SDN 1
Kutagandok.
https://journal.ubpkarawang.ac.id/index.php/AJPM/article/download/4228/2969
Jauhari & Arviani (2023): Analisis Resepsi Gen Z Terhadap Isu Kesehatan Mental
Dalam Film Dokumenter “Selena Gomez: My Mind & Me”.
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/2739
Fitri Afrita1 , Fadhilla Yusri2: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan
Remaja.
https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=3370806&val=2957
4&title=Faktor-
Faktor%20Yang%20Mempengaruhi%20Kenakalan%20Remaja
Anggita F, Hera Heru S, Eko A (2024): Peran Guru Bk Dalam Mengatasi
Masalah Inferiority Complex Terhadap Individu X Melalui Layanan Konseling
Individu Di Desa Gonggangan, Kelurahan Bolon, Kecamatan Colomadu,
Kabupaten Karanganyar Tahun 2024.