Pagi itu, langit MAN 4 Kebumen tampak bersih dan teduh. Di Masjid Al Ikhlas, lantunan salam menjadi pembuka dari sebuah agenda rutin yang lebih dari sekadar pembinaan. Hari itu, 25 April 2025, para guru dan karyawan tak hanya hadir sebagai pegawai, tapi sebagai pembelajar kehidupan.
Dalam suasana yang khidmat, Bapak Maryono, S.Pd. menyampaikan ceramah yang menggugah. Ia mengutip pepatah Jawa kuno, “Jalmo tan keno kiniro”—manusia tidak dapat mengetahui atau menebak masa depan. “Hidup bukan tentang menebak apa yang akan terjadi,” tuturnya pelan, “tetapi tentang bagaimana kita menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya.” Tak lupa ia juga menceritakan pengalaman manisnya saat bertemu para muridnya dulu, yang masih mengingat kebaikan-kebaikan dan nasihat guru. Bukan hanya mengingat, mereka juga mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Kata-kata itu sederhana, namun memuat kedalaman filosofi. Di tengah dinamika zaman, di mana target, prediksi, dan ambisi menjadi tumpuan, nasihat ini terasa sebagai jeda. Sebuah pengingat bahwa hasil bukanlah milik kita sepenuhnya. Yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dan menyerahkan hasil pada kehendak-Nya.
Suasana masjid begitu tenang. Para guru menyimak, beberapa mengangguk perlahan, menyimpan makna di dalam hati. Momen ini bukan hanya rutinitas, tapi refleksi. Bahwa di balik segala aktivitas pembelajaran, ada nilai-nilai hidup yang perlu terus diasah.
Menambahkan kekuatan dalam pertemuan itu, Drs. Sugeng Warjoko, M.Ed. turut memberi pesan mendalam. Ia mengajak seluruh civitas MAN 4 Kebumen untuk tak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga memperkuat pendidikan akhlak. Shalat berjamaah, sopan santun, dan kedisiplinan, menurut beliau, bukan pelengkap, melainkan inti dari pendidikan sejati. Rina Mutoharoh_Kontributor